Soal PBB PP, Ini Tanggapan Ketua DPRD Jombang

0
70 views
Bagikan :

JOMBANG, TelusuR.id – Polemik kenaikan tarif pajak terutama PBB PP yang dalam beberapa hari terakhir menuai perhatian publik secara meluas. Tidak hanya di Pati, sebagian kota lainnya juga terdampak kenaikan pajak tersebut.

Termasuk di Kabupaten Jombang, kenaikan PBB PP oleh masyarakatnya Jombang dinilai cukup memberatkan. Fatah Rochim, salah satu warga Jombang membayar pajak dengan segalon uang koin tabungan anaknya sebagai bentuk protes.

Pengamat DR Ahmad Hasan Afandi menilai kenaikan pajak PBB PP yang diberlakukan tak ubahnya seperti yang terjadi di era kolonial penjajahan yang tanpa melihat dan mendengarkan jeritan masyakatnya, tanpa mempertimbangkan keadilan sosial.

Menanggapi persoalan itu, Ketua DPRD Jombang Hadi Atmaji menyampaikan pendapatnya terkait polemik kenaikan signifikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) tersebut. Menurutnya, persoalan pajak itu sudah di bahas oleh pemerintahan saat ini.

Hadi mengungkapkan bahwa kenaikan tersebut bukan kebijakan pemerintahan saat ini, melainkan sudah diberlakukan sejak 2022. Dimana, lonjakan nilai pajak ini berakar dari penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang menggunakan metode appraisal berbasis Google pada 2022.

Ketua DPC PKB Kabupaten Jombang menjelaskan bahwa sistem ini menetapkan tarif tunggal dalam satu zona, sehingga NJOP di lokasi strategis dan di bagian belakang lahan sama.

“Contohnya, ada wilayah yang NJOP-nya sebelum 2022 hanya sekitar Rp 250 ribu, melonjak menjadi Rp 1,4 juta. Kenaikan ini otomatis mempengaruhi nilai pajak yang harus dibayar masyarakat,” ujar Hadi, Selasa 19 Agustus 2025.

Meski kenaikan NJOP sudah terjadi sejak 2022, kata dia, Pemkab Jombang kala itu memberi kesempatan kepada warga untuk mengajukan keberatan dan konfirmasi nilai pajak. Bahkan, setelah kami menjabat juga memperhatikan perihal pajak tersebut.

“Kami selaku DPRD melalui Komisi B meminta paparan dari Pemkab Jombang. Agar hal ini tidak memberatkan masyarakat. Ini sudah kami bahas sebelum ramai-ramai terjadi. Maka, dilakukan revisi terkait Perda 13 tahun 2023 itu,” ujarnya.

Politisi PKB ini juga menegaskan, kasus viralnya di media sosial pembayaran pajak menggunakan segalon koin oleh salah satu warga merupakan untuk pembayaran tahun pajak 2024, bukan pembayaran 2025.

Sebagai langkah perbaikan, lanjut Hadi, Pemkab Jombang yang dipimpin Bupati Warsubi telah menetapkan empat tarif baru PBB PP, berkisar antara 0,1 persen hingga 0,2 persen, yang disesuaikan dengan NJOP berdasarkan harga pasar. Aturan ini akan berlaku mulai 2026.

“Warga yang merasa keberatan silakan koordinasi dengan Bapenda agar penyesuaian bisa dilakukan,” imbuh ia menegaskan.

Hadi mengakui penurunan tarif PBB PP tahun depan akan berdampak pada berkurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak. Namun, ia menegaskan, DPRD dan Pemkab Jombang tetap mengutamakan keadilan bagi warga.

“Soal PAD turun, itu pasti. Kami di pemerintahan sudah berupaya sedemikian rupa untuk menjawab keresahan masyarakat. Dan mempertimbangkan keadilan sosial dalam menetapkan kebijakan,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan