New Simpang Tiga (10): AWAL TAHUN TIDAK ADA ALASAN TIDAK SELESAI

0
344 views
Bagikan :

JOMBANG, TelusuR.ID   –   Pemkab Jombang tercatat telah mengantongi SHPL (Sertifikat Hak Pengelolaan) atas aset simpang tiga pada pertengahan 1996. Dengan bukti SHPL, kedudukan hukum Pemkab sebagai pemilik aset simpang tiga menjadi sah dan tidak terbantahkan.

Disisi lain, sejak 2017 hingga hari ini (atau sejak habisnya masa berlaku), SHGB ruko simpang tiga tercatat tidak pernah terjadi perubahan status. Baik perpanjangan, pembaruan, atau bahkan peralihan hak (SHM). Dengan demikian, secara mekanisme hukum, sejak 2017 SHGB otomatis kembali ke Pemkab.

Terkait gugatan perdata oleh penghuni ruko yang saat ini tengah berproses di Pengadilan Negeri Jombang, tidak satu pun ditemukan klausul yang menguatkan kepemilikan kelompok penghuni ruko.

Gugatan hanya berisi permohonan seputar: (1) Pembatalan dokumen dan surat Pemkab, termasuk perjanjian dengan PT Suryatamanusa Karya Pembangunan, (2) Pembatalan dokumen dan surat Pansus DPRD, (3) Pembatalan SHGB, atau sebaliknya masa berlaku diperpanjang, (4) Menolak kepemilikan Pemkab dengan dalil pasal 32 ayat 2 PP 24/1997 (konyolnya di petitum gugatan ditulis PP 24/1927).

Dengan dalil PP tersebut, penghuni ruko bermaksud mematahkan kepemilikan Pemkab karena dalam 5 (lima) tahun sejak SHGB diterbitkan, Pemkab dianggap tidak pernah mengajukan keberatan kepada pihak penghuni, kepada BPN, juga kepada Pengadilan.

Ketentuan pasal 32 ayat 2 PP 24/1997 menjelaskan, jika perihal keberatan tidak dilayangkan, maka pihak yang merasa memiliki tanah dimaksud (dalam hal ini Pemkab dengan bukti SHPL-nya) tidak lagi bisa menuntut haknya.

Sekuat apa dalil ini di mata majelis hakim, serta akankah gugatan terhadap Tergugat III (BPN) bakal dikabulkan? semua akan terjawab seiring pembacaan putusan oleh majelis. Yang jelas, dalam petitum tidak nampak ada poin istimewa yang menjelaskan kepemilikan penghuni ruko, kecuali hanya bertaruh lewat permohonan.

Dengan asumsi palu perdata (paling lambat) akan diketok pada awal 2023, serta dengan asumsi pihak Pemkab yang mengantongi kemenangan, maka paska putusan tidak ada lagi alasan untuk tidak selesainya sengketa. Pemkab jangan lagi ambigu untuk segera menguasai aset simpang tiga.

Seiring dengan itu, saat memasuki awal kalender 2023, Pemkab diminta untuk tidak lagi menerima apapun bentuk retribusi maupun “setorkan” dari pihak penghuni. Penegasan ini penting, untuk memastikan penghuni ruko tidak lagi mengantongi legitimasi untuk bertahan di simpang tiga.

Jika hari ini muncul pemeriksaan oleh Korp Adhiyaksa terkait dugaan penyerobotan aset, terkait dugaan tindak persengkokolan jahat yang berakibat pada kerugian uang negara, terkait dugaan penggelapan retribusi sehingga muncul piutang Rp 5 milyar yang harus ditanggung Pemkab, itu soal lain.

Ranah pidana hanyalah ekses, bukan substansi. Dan itu wilayah yang berbeda. Apapun hasil pemeriksaan, serta siapa pun tersangka yang ditetapkan, status Pemkab sebagai pemilik aset melalui bukti SHPL tidak akan berubah dan menjadi ikhwal tak terbantahkan.

Seraya menunggu putusan perdata diketok, guliran pidana oleh Kejaksaan memang bernilai penting untuk mengurai benang kusut. Jika pada pemeriksaan akhirnya muncul oknum-oknum yang bermain di air keruh dan layak menjadi tersangka, publik menjadi tahu apa biang ruwetnya simpang tiga selama ini.

Tapi apapun itu, guliran pidana oleh Korp Adhiyaksa tidak akan berdampak apapun terhadap status Pemkab sebagai pemilik aset. Dan jika nanti putusan perdata menguatkan kepemilikan Pemkab tetapi tak kunjung dilakukan ekskusi, maka integritas petinggi Pemkab menjadi ikhwal yang layak dibedah.

Demikian, tulisan ini dirangkum dari hasil diskusi dengan sejumlah pentolan LSM di Jombang. Antaralain Lutfi Utomo Ketua LSM KOMPAK Jombang, Dwi Andika Ketua LSM Almater (Aliansi Masyarakat Proletar), Ali Sutomo Ketua LSM MRJ (Majelis Rakyat Jombang), serta Hendro Prasetyo Ketua LSM GeNaH (Generasi Nasional Hebat). (red/laput/udin)

 

 

Tinggalkan Balasan