Oleh: Antony Komrad
(Pemerhati Kebijakan Publik & Keamanan Nasional/ Koordinator Komrad Pancasila)
TelusuR.ID – Setiap tanggal 1 Juli, bangsa ini memperingati Hari Bhayangkara sebagai penghormatan atas berdirinya Kepolisian Negara Republik Indonesia. Di balik peringatan seremonial tersebut, tersembunyi kisah panjang perjuangan Polri yang kerap berada di tengah pusaran sejarah: dari alat kolonial, pelindung rezim, hingga kini bertransformasi sebagai pengayom masyarakat yang demokratis.
Refleksi Hari Bhayangkara kali ini perlu lebih dari sekadar nostalgia. Ini adalah momen meninjau ulang jejak perjuangan Polri, serta menakar arah masa depannya dalam menjawab tantangan zaman.
⸻
📜 Sejarah: Dari Djawatan Menuju Polisi Sipil Modern
Kepolisian di Indonesia mulai terbentuk secara formal pada 1 Juli 1946, ketika pemerintah Indonesia mendirikan Djawatan Kepolisian Negara. Sejak itu, lembaga ini mengalami fase-fase transformasi besar. Pada era Orde Baru, Polri berada dalam bayang-bayang militer sebagai bagian dari ABRI. Perannya tak jarang dipolitisasi demi kepentingan kekuasaan.
Barulah setelah reformasi 1998, Polri resmi dipisahkan dari TNI, dan perlahan membangun kembali citra sebagai lembaga sipil yang mandiri. Namun, transformasi struktur tidak langsung mengubah kultur—karena krisis kepercayaan publik tetap menghantui akibat berbagai penyalahgunaan kewenangan oleh oknum aparat.
⚖ Pasang Surut Performa dan Reputasi
Selama dua dekade terakhir, Polri telah melakukan reformasi internal yang signifikan. Namun kepercayaan publik kerap naik-turun—terutama saat menghadapi kasus besar seperti:
• Kekerasan berlebihan saat unjuk rasa mahasiswa (2019),
• Penembakan laskar FPI (2020),
• Skandal besar dalam kasus pembunuhan oleh Irjen Ferdy Sambo (2022).
Peristiwa-peristiwa ini memperlihatkan bahwa tantangan Polri bukan hanya dalam penegakan hukum, tapi juga dalam membangun kembali kredibilitas dan akuntabilitas.
🌐 Era Presisi: Arah Baru di Bawah Jenderal Listyo Sigit
Sejak dilantik pada Januari 2021, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memperkenalkan paradigma baru: Polri Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi, dan Berkeadilan).
Inisiatif ini mencoba menjawab tuntutan zaman digital dan masyarakat sipil yang makin kritis. Beberapa langkah konkret yang telah dilakukan antara lain:
• Elektronifikasi tilang (ETLE) yang meminimalisasi pungli.
•Dumas Presisi, layanan pengaduan digital masyarakat.
• Komitmen terhadap transparansi dalam penanganan kasus-kasus sensitif.
• Penguatan kurikulum HAM dan teknologi untuk anggota kepolisian baru.
Kendati belum sempurna, langkah ini menunjukkan komitmen menuju institusi hukum yang lebih profesional, humanis, dan akuntabel.
⸻
⏳ Tantangan Polri ke Depan
Meski banyak capaian, Polri juga menghadapi tantangan besar di masa depan:
1. Polarisasi Politik & Disinformasi: Menghadapi pemilu dan era pasca kebenaran, Polri dituntut menjaga netralitas serta menangkal hoaks yang berpotensi memecah belah masyarakat.
2. Kejahatan Siber & Transnasional: Dunia digital membuka ruang baru bagi kejahatan, yang menuntut Polri untuk terus berinovasi dan meningkatkan kapasitas SDM.
3. Reformasi Budaya Organisasi: Meninggalkan kultur kekuasaan menuju etos pelayanan dan integritas adalah tantangan terbesar dan terberat.
⸻
🎯 Harapan Publik: Polisi Sebagai Pelayan, Bukan Penguasa
Cita-cita menjadikan Polri sebagai pelayan masyarakat hanya akan tercapai jika institusi ini terus membuka diri terhadap kritik, membenahi diri dari dalam, dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Keberhasilan transformasi Polri tidak hanya diukur dari reformasi struktural, tapi dari perubahan sikap dan budaya internal.
Di tangan Jenderal Listyo Sigit, langkah awal menuju transformasi ini telah dimulai. Kini tantangan sesungguhnya adalah konsistensi dan keberlanjutan.
⸻
Selamat Hari Bhayangkara ke-79.
Semoga Polri senantiasa menorehkan tinta emas perjuangannya dalam catatan sejarah bangsa—bukan karena kekuasaan yang ditakuti, tapi karena kepercayaan yang dibangun oleh keberanian menegakkan keadilan.
*Polri Untuk Masyarakat. Salam Presisi*