New Simpang Tiga (16): SAHWAT PENUTUPAN RUKO KIAN MENGUAT

0
243 views
Bagikan :

JOMBANG, TelusuR.ID   –   Diduga akibat terjadi penyumbatan akses informasi atas penanganan perkara ruko simpang tiga oleh pihak Pemkab dan Kejaksaan, sejumlah aktivis dan pegiat LSM kota santri mendesak kuat untuk segera dilakukan penutupan aset simpang tiga.

Desakan itu, karena Pemkab dinilai mlempem untuk mengambil tindakan tegas. Selain itu, progres penanganan perkara paska 20 Desember oleh Kejari Jombang yang tak kunjung dibuka ke publik, juga memicu dugaan bakal terjadi pembiaran yang tak terbatas.

Bertempat di gedung KPRI Jombang dalam rangka peringatan satu tahun LSM GeNaH (Generasi Nasional Hebat), sejumlah aktivis dan pegiat LSM kota santri menyerukan penutupan ruko simpang tiga dengan segera.

Ketua LSM ARAK yang juga owner media Nusantarapos, Safri, mengaku geram atas tindak Pembiaran yang dilakukan Pemkab. Terhitung sejak 2017 hingga 2021, Pemkab tercatat telah memberi keleluasaan kepada pihak ketiga untuk menempati ruko simpang tiga tanpa bayar sewa.

Alhasil, praktik tersebut berujung temuan BPK dan Pemkab diwajibkan mengembalikan uang negara sebesar Rp 5 milyar. Angka sebesar itu merupakan akumulasi sewa ruko selama 5 tahun. “Ini bukan sekedar soal angka. Lebih dari itu, bagaimana praktik pembiaran ini bisa terjadi. Benar-benar sulit dinalar akal sehat, “lantang Safri.

Dalam kesempatan itu, Safri mengajak seluruh elemen yang hadir untuk mengambil tindakan tegas dan terukur dalam bentuk penutupan ruko untuk kemudian dikembalikan kepada Pemkab. “Jika pihak ekskutif, legislatif, dan Yudikatif tidak mampu menyelesaikannya, serahkan saja kepada kami, “tegas Safri.

Senada dengan itu, Ketua LSM Masyarakat Anti Korupsi Suhartono, juga menegaskan seruan serupa, yakni penutupan ruko. Hal itu penting dilakukan, katanya, untuk memastikan terjadi status quo dan membersihkan aset simpang tiga dari kehadiran kelompok penghuni.

Suhartono beralasan, Pemkab berhak melakukan itu karena mengantongi kepemilikan yang kuat berupa SHPL. Disisi lain, sejak tertutupnya peluang perpanjangan SHGB pada 2017, pijakan penghuni untuk tetap menempati ruko sudah tidak lagi kuat. Karenanya, langkah penutupan perlu segera diambil.

Sementara itu, Ketua LSM ALMATAR (Aliansi Masyarakat Proletar) Dwi Andika, mengusung opsi penyelesaian berbeda. Menurutnya, saat ini Pemkab berada pada posisi kritis untuk segera mengambil tindakan tegas. Jika itu tidak dilakukan, tegasnya, maka resiko blunder bakal diterima pihak Pemkab.

Resiko blunder yang dimaksud itu, tutur Dwi, posisi Pemkab akan berubah menjadi obyek gugatan. Ini karena sejak 2017 hingga 2021, muncul fakta tak terbantahkan bahwa Pemkab telah melakukan pembiaran terhadap keberadaan penghuni.

“Hari ini kepemilikan aset terancam lepas akibat kelalaian itu. Juga, BPK akhirnya menerbitkan sanksi wajib bayar kepada Pemkab atas praktik pembiaran tersebut. Karenanya, jika dalam waktu dekat tidak terjadi penyelesaian secara signifikan, saya mengajak seluruh elemen untuk menggugat Pemkab atas tindakan pembiaran itu, “tegas Dwi.

Sadad Almahiri, Sekretaris LSM MRJ (Majelis Rakyat Jombang), lebih menyoal sisi penegakan hukum yang saat ini belum optimal. “Penegakan hukum itu adalah penyidikan, bukan sekedar pulbaket. Sehingga masalah menjadi terang karena muncul tersangka, “”tegas Sadat menyikapi proses hukum yang langsungkan Kejari Jombang.

Merujuk Undang-undang Perbendaharaan Negara, lanjut Sadad, temuan BPK terkait ruko simpang tiga sudah berimplikasi pada kerugian negara. Karena itu harus ada tindak lanjut secara penegakan hukum untuk memastikan terjadinya kerugian negara tersebut.

Hendro Suprasetyo, Ketua LSM GeNaH, yang bertindak selaku tuan rumah sekaligus moderator acara, memberi apresiasi tinggi terhadap semua pendapat. Dia menyatakan setuju jika penutupan dipandang mendesak. “Kami pasti masuk barisan. Karena sejak awal kami sudah melakukan demo untuk penyelesaian kasus ini, “tegasnya. (red/laput/udin)

 

Tinggalkan Balasan