Kadisdikbud Enggan Beri Klarifikasi

0
248 views
Bagikan :

JOMBANG, TelusuR.ID  –   Minggu pagi (6/11) pukul 06.30, Telusur.id melayangkan sejumlah pertanyaan kepada Kepala Dinas dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Pemkab Jombang, Senen, S.Sos, Msi. Pertanyaan melalui sambungan WhatsApp tersebut berisi sejumlah hal terkait pelaksanaan swakelola tipe 4 berbasis DAK Fisik 2022.

Antaralain apa yang mendasari Komite Sekolah bisa disetarakan atau dianggap sebagai Pokmas yang layak mengerjakan kegiatan konstruksi. Juga, kenapa pendistribusian anggaran harus mampir dulu ke rekening sekolah dan bukannya langsung ke rekening Komite sekolah. 

Selanjutnya, jika swakelola bukanlah tender, lalu kenapa pencairan anggaran dikemas dalam model terminasi. Dimana akibat pilihan ini, pencairan anggaran ke rekening komite sekolah selalu terjadi molor dan berakibat terjadinya kekacauan jadwal pelaksanaan. 

Juga soal belanja bahan material swakelola. Dari sudut pandang seorang pakar pengadaan barang dan jasa pemerintah, belanja bahan material di atas Rp 50 juta lazimnya dilakukan secara kontraktual. Namun yang terjadi, seluruh kegiatan belanja bahan material dilakukan sendiri oleh Komite sekolah. 

Terakhir, sejauh apa kontrol yang sudah dilakukan pihak OPD (Disdikbud Jombang selaku Pengguna Anggaran dan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen) terhadap dugaan praktik penyusupan oleh kontraktor yang memakai topeng komite sekolah? Bukankah hal ini pada akhirnya hanya mengaburkan makna dan tujuan swakelola tipe 4?

Hingga putaran waktu hari Minggu habis, Kadisdikbud Jombang, Senen S.Sos, Msi, tercatat belum memberikan tanggapan. Karena konfirmasi dianggap penting, Telusur.id mencoba membuat penegasan pada hari berikutnya dengan penekanan minta waktu wawancara. “Masih kegiatan di Diwek mas, “timpal Kadisdikbud, dan tak ada kabar lanjutan. 

Sebelumnya, sumber diinternal Disdikbud Jombang menegaskan, bahwa pencairan anggaran DAK Fisik 2022 yang tidak langsung ke rekening komite sekolah tetapi mampir dulu ke rekening sekolah adalah sebagai bentuk pengamanan. “Siapa yang jamin anggaran bakal aman jika langsung diterima komite sekolah? “nada sumber melempar argumen. 

“Beda persoalan jika yang menerima anggaran adalah penyedia yang berbadan hukum resmi seperti PT atau CV. Jaminan kepastiannya lebih bisa diandalkan, “tambahnya. Sekilas, bahasa yang dipilih terdengar meyakinkan. Tapi sepertinya dia lupa bahwa ketentuan regulasi tidak bisa diklaim dengan tafsir dan pembenaran sepihak.

“Jika yang dimaksud dana DAK mampir dulu ke rekening sekolah adalah dalam rangka pengamanan anggaran karena profil Komite sekolah dianggap meragukan, lalu kenapa regulasinya mengakomodir Pokmas (Komite Sekolah) sebagai pelaksana? Saya melihat ini tafsir yang mengada-ada, “tutur Ketua Komite Sekolah yang enggan namanya disebut. 

Sumber diinternal Disdikbud Jombang juga menanggapi soal metode “penyedia dalam swakelola”.  Menurutnya, belanja bahan material pada swakelola tidak perlu ada kontraktual untuk nilai di atas Rp 50 juta. Ini karena bahan material bukan kategori barang, dan bahan material merupakan satu kesatuan dari paket swakelola itu sendiri. 

Pendapat ini kontraproduktif dengan pandangan seorang pakar pengadaan barang dan jasa pemerintah, Samsul Ramli. Menurutnya, pengadaan bahan material dalam swakelola tetap menggunakan ketentuan Perpres 12/2021 dan Perpres 16/2018. Yakni nilai belanja di atas Rp 50 juta harus dilakukan secara kontraktual. 

Sementara itu, baik Kadisdikbud Jombang maupun sumber diinternal Disdikbud, belum menanggapi soal status Komite Sekolah yang seharusnya terlarang untuk mengerjakan paket fisik. Padahal keputusan yang menempatkan Komite Sekolah sebagai Pokmas pelaksana swakelola tipe 4 tersebut terancam menyimpang dan cacat hukum. (udin)

Tinggalkan Balasan