Verifikator Dishub Jatim Dalam Persimpangan

0
313 views
image by kominfo prov Jatim
Bagikan :

SURABAYA, TelusuR.ID   –   Sikap mengejutkan ditunjukkan seorang pejabat Pemprv Jatim. Mengejutkan, karena sikap yang diambil tergolong tidak biasa. Bahkan untuk ukuran kelaziman, sikap yang dipilih bisa menuai tafsir membuka aib tubuh sendiri. “Tapi ini istimewa dan perlu di apresiasi. Karena tidak pernah terjadi sebelumnya, “tutur Darly Haq, Ketua FAHMI ITS Surabaya.

Sikap mengejutkan itu diperlihatkan oleh seorang Pj (Pejabat) Sekdaprov Jatim, Ir. Wahid Wahyudi. Kamis (25/1/2022), mantan Kepala Dinas Pendidikan Pemprov Jatim itu memilih untuk mempublis ke khalayak ramai soal LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) BPK-RI yang menyebut ada kerugian negara Rp 40,9 milyar atas pelaksanaan paket hibah LPJU TS (Lampu Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya) tahun anggaran 2020.

Dalam pernyataannya, Wahid Wahyudi meminta agar Inspektorat Jatim segera menindaklanjuti temuan BPK tersebut dengan cara membantu mengkomunikasikan dengan OPD terkait. “Untuk tehnisnya, anggaran tersebut ada di Dinas Perhubungan Jatim, bukan OPD yang lain, “tegas Wahid Wahyudi sebagaimana dilansir sejumlah media.

Merespon perintah Pj Sekdaprov Jatim, Kepala Inspektorat Jatim Helmy Perdana Putra, menyebut dengan tegas bahwa Dishub Jatim tidak bersalah karena hanya bertindak selaku verifikator. “Dishub hanya sebagai verifikator yang mengecek kelengkapan persyaratan pengajuan hibah PJU, “tutur Helmy seperti dikutip mLiputan6, Selasa (1/2/2022).

Selain memastikan Dishub Jatim tidak bersalah, dalam pernyataannya Helmy juga menegaskan bahwa rekomendasi BPK mengarah kepada Pokmas penerima hibah. “BPK memberi batasan hingga September tahun ini kelebihan anggaran harus sudah dikembalikan oleh Pokmas. Jika lewat dari itu, sudah masuk ranah yang berwenang (APH, red), “tegas Helmy.

Kepastian bahwa Dishub Jatim tidak bersalah karena hanya bertindak selaku verifikator proposal, dibantah seoeang sumber berlatar pegiat LSM. Menurutnya, selain bersifat klaim sepihak, pernyataan Helmy juga terkesan menutupi kinerja verifikator yang oleh BPK disebut lalai tidak melakukan olah pasar (survey) untuk memastikan harga satuan barang sebagaimana usulan RAB pada proposal Pokmas.

“Klaim bahwa Dishub Jatim tidak bersalah karena hanya sebagai verifikator, boleh boleh saja. Tapi klaim sepihak itu perlu diuji. Karena BPK sudah sedemikian detail memaparkan dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh verifikator Dishub Jatim yang berujung terjadinya kasus kemahalan harga. Artinya, jika saja verifikator bekerja optimal, mungkin kasus ini tidak pernah terjadi, “ujar sumber kepada TelusuR.ID. (din).

Tinggalkan Balasan