Tunjangan Perumahan Dewan (3): BELAJAR DARI KASUS GONO

0
204 views
Bagikan :

JOMBANG, TelusuR.ID      –      Menapaki puncak tahun 2022 lalu, satu kasus appraisal telah terjadi di tubuh Pemkab. Adalah Gono Saptoraharjo, pemilik lahan seluas 6.327 meter persegi dikawasan Jalan KH Ahmad Dahlan yang dibuat repot (mungkin juga pusing) oleh urusan appraisal.

Sebagai kronologis singkat, pada 2021 lalu, tanah Gono dibeli Pemkab untuk relokasi PKL (Pedagang Kaki Lima) alun-alun. Berdasarkan hasil appraisal, lahan Gono dibandrol Rp 16,2 milyar atau Rp 2.560.000 per meter persegi. Sayangnya, pembayaran harus ditunda tahun berikutnya karena Pemkab kehabisan duit.

Saat itu, dana APBD 2021 sebesar Rp 20 milyar yang disiapkan Pemkab sudah habis untuk pembelian lahan milik mantan Sekda Ita Triwibawati    sebesar Rp 17,4 milyar atau Rp 2.785.000 per M2. Tanah seluas 6.480 M2 itu juga dialokasikan untuk relokasi PKL alun-alun. Diketahui, tanah Gono dan tanah Ita lokasinya berdampingan.

Memasuki kalender anggaran 2022, dimana Gono mendapat giliran bayar, rupanya uang belum bisa dicairkan. Berdasarkan aturan, tanah Gono harus diappraisal ulang karena sudah melewati batas 6 bulan. Ketentuan itu akhirnya dipenuhi. Hasilnya? Tanah Gono terjun bebas diangka Rp 5,2 milyar atau turun tarif sebesar 60 persen.

Mendapati kenyataan itu, Gono memilih menempuh jalur peradilan. Oleh PN Jombang, angka appraisal Rp 5,2 milyar dianulir dan tanah Gono ditetapkan diangka Rp 10,7 milyar. Gono tidak melakukan banding. Dan pada penghujung 2022 lalu, uang sebesar Rp 10,7 milyar sudah masuk ke kantong Gono.

Dari sini, tanah Gono terjadi turun tarif sebesar 30 persen dari appraisal pertama yang sebesar Rp 16,2 milyar. Sementara dengan appraisal yang sama, tanah Ita Triwibawati tidak ada perubahan dan tetap terbayar Rp 17,4 milyar. “Agak sulit dinalar, bagaimana mungkin satu lokasi tanah bisa muncul 2 harga dengan perbedaan cukup tajam, “ujar Sumber.

Sumber menegaskan, tanah milik mantan Sekda Ita Triwibawati yang dibayar sesuai appraisal pertama, atau dengan kata lain tidak terjadi penurunan tarif sebagaimana yang terjadi pada Gono, adalah sesuatu yang sah. Ini karena angka appraisal merupakan produk hukum yang bersifat mengikat.

Sebagaimana yang terjadi pada Gono, tanah milik Ita Triwibawati bisa turun tarif atau terjadi kemungkinan lain, hanya jika hal itu dibawa ke ranah peradilan. “Satu-satunya mekanisme untuk merubah atau bahkan membatalkan hasil appraisal ya lewat peradilan. Dan itu tidak terjadi pada tanah milik Ita, “tegasnya.

Lantas, bagaimana dengan tunjangan DPRD Jombang yang disebut merujuk hasil appraisal Secufindo itu? Benarkah angkanya terbilang fantastis?  Sumber menegaskan, untuk memastikan terjadi dugaan penggelembungan harga atau tidak, sebaiknya angka appraisal diuji diranah peradilan.

“Boleh saja Secufindo disebut appraisal terpercaya karena dia BUMN. Tapi belajar dari banyak kasus, terutama kasusnya Gono dan Ita Triwibawati terkait lahan PKL, yang namanya dugaan mark up pada appraisal selalu terbuka. Karenanya, untuk mengakhiri polemik, sebaiknya dugaan itu dibawa ke meja hijau, “tegasnya.

Seperti diberikan sebelumnya, sejak 2022 lalu, besaran tunjangan perumahan bagi anggota dewan meroket dari Rp 12.700.000 menjadi Rp 18.800.000 per bulan. Selain fantastis, angka ini juga terbilang yang paling tinggi se Jawa Timur untuk kategori daerah Kabupaten. Lalu, darimana angka itu muncul?

Pemkab penyebut angka tunjangan perumahan merujuk pada hasil appraisal Secufindo. Namun, itu diduga masih sebatas klaim sepihak. Terbukti, jejak digital kegiatan APBD 2021 tidak menyebut ada kegiatan appraisal. “Tapi jika benar ada appraisal, sebaiknya angkanya diuji lagi di Pengadilan “tuturnya. (Laput/red/din).

Tinggalkan Balasan