Pat Gulipat Gerilya Para Pesulap

0
269 views
Bagikan :

JOMBANG, TelusuR.ID      –     Diluar senter beredar kabar. Bahwa dugaan terbitnya AJB Desa tanpa dibarengi pelunasan bayar, serta terbitnya surat tanah yang hanya berdasarkan pengakuan sepihak, adalah bagian dari skenario para pesulap untuk mengakali pengadaan lahan pengganti TKD Denanyar.

Singkat kata, para pesulap sengaja melakukan aksi borong terhadap lahan petani dengan maksud dijual ke Pemkab dengan harga tinggi. “Sebenarnya yang dilakukan para pesulap tidak ada yang salah. Hanya masalahnya, mereka diduga merekayasa pembelian dengan hanya bermodal DP (uang muka) tapi sudah berhasil mengantongi dokumen AJB. Disinilah permainannya, “ujar Sumber.

Lewat aksi borong yang diduga abal-abal itu, tutur Sumber, para pesulap berhasil mengantongi surat tanah untuk kemudian bertindak sebagai pemilik lahan. “Dugaan rekayasa bisa dilihat dari terbitnya AJB Desa tanpa pelunasan, serta dukungan Pemdes yang menyulap berkas menjadi sah di mata hukum, “tambahnya.

Ia pun menuding bahwa aktor utama dari barisan para pesulap adalah pihak Pemerintahan Desa. Yang lain hanya boneka dan pasukan tempur. Mereka bukan siapa-siapa tanpa dukungan legalitas dari Pemdes. “Disebut aktor utama, karena Pemdes menjadikan berkas yang sebenarnya sampah menjadi legal, “katanya.

Modus itu, lanjut Sumber, selain penerbitan AJB Desa tanpa pelunasan bayar, tanggal dan tahun pembuatan AJB Desa diduga dibuat mundur. Bukan tahun 2021 sebagaimana yang tersurat, tapi sebenarnya dibuat tahun 2022 atau beberapa saat menjelang pembelian lahan oleh Pemkab.

Bahkan rekayasa nampak kian ciamik karena terbitnya AJB Desa juga dibarengi dengan kwitansi pelunasan. Dengan demikian, kesan yang muncul adalah, terbitnya AJB Desa seolah sah dan sudah memenuhi kaidah jual beli karena dibarengi kwitansi pelunasan.

Padahal yang terjadi tidak demikian. Sumber menyebutkan, meski sudah muncul AJB Desa beserta kwitansi pelunasan, namun yang terjadi sebenarnya hanyalah pembayaran sebagian kecil dari harga lahan dengan maksud untuk ikatan jual beli atau sekedar DP (Down Payment).

Sumber bahkan berani memastikan bahwa pelunasan AJB baru dilakukan setelah Pemkab melakukan pembayaran. “Saya melihat terbitnya AJB Desa beserta kwitansi pelunasan hanya sebentuk kameflase. Itu tidak benar-benar nyata. Dibalik itu, yang terjadi sebenarnya adalah praktik makelarisasi berkedok pemilik lahan, “tegasnya.

Dari informasi yang dihimpun, Sumber mengaku mengantongi 2 nama petani yang diduga menjadi obyek permainan para pesulap. Mereka adalah T dan A. Lahan kedua orang ini diborong salah satu pesulap dengan harga Rp 100 juta dan Rp 525 juta. Tapi tidak dibayar lunas, melainkan hanya di DP. Hebatnya, si pesulap tetap bisa mengantongi AJB Desa dari Pemdes.

Kemudian, AJB Desa yang disertai kwitansi pelunasan itu diteruskan ke notaris untuk mendapatkan pengesahan. Singkatnya, si pesulap akhirnya resmi menjadi pemilik dari lahan T dan A. Oleh pesulap, lahan tersebut dijual ke Pemkab dengan harga Rp 230 juta dan Rp 792 juta. Setelah pembayaran dari Pemkab diterima pesulap, barulah T dan A dilunasi.

Sejauhmana kebenaran informasi ini? TelusuR.ID akan membeberkannya pada edisi berikutnya. “Poin penting adalah, kenapa T dan A bersedia meneken AJB Desa jika transaksi tersebut tidak dibayar lunas? Disinilah aktor utama berperan. Saya meyakini T dan A bersedia mengikuti skenario karena Pemdes yang menjamin keamanan uangnya, “tuturnya.

Sumber menegaskan, seharusnya masalah ini sudah menjadi perhatian pihak aparat penegak hukum. Khususnya soal terbitnya surat tanah yang diduga cacat hukum serta terbitnya AJB Desa yang diduga abal-abal. “Ini bukan soal pesulap mendapat keuntungan berapa, tapi poinnya jangan sampai Pemkab membeli lahan bermasalah, “tegasnya. (laput/ali/sadat/din)

Tinggalkan Balasan