Oleh: Syamsul Qomar (Sekretaris Jenderal Majelis Nasional KAHMI)
TelusuR.ID – Pada peringatan hari kesaktian Pancasila tahun ini, ditengan berbagai persoalan yang menrpa bangsa ini, kita patut melakukan introspeksi diri, apakah kita sudah menjadikan Pancasila sebagai pedoman dan laku hidup dalam seluruh proses kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kita menyadari adanya distorsi sejarah tentang Pancasila akibat kurangnya akses terhadap sumber-sumber otentik. Kita merasakan intensitas pembelajaran pancasila selama era reformasi mengalami penurunan yang mengakibatkan kurangnya wawasan Pancasila dikalangan pelajar dan kaum muda. Kita tahu bahwa arus globalisasi membawa kontestasi nilai (ideology) dan kepentingan yang mengarah kepada menguatnya kecenderungan politisasi identitas, serta masih lemahnya kebijakan dan kepemimpinan yang mendorong kearah inklusi (kerukunan) sosial.
Peringatan hari Kesaktian Pancasila bukan sekadar momentum historis untuk mengenang kegigihan bangsa Indonesia mempertahankan ideologi negara dari rongrongan yang ingin menggantikannya. Lebih dari itu, peringatan ini menjadi cermin kolektif bagi kita semua: apakah nilai-nilai Pancasila masih benar-benar hidup dalam denyut kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila lahir sebagai hasil perenungan mendalam, kesepakatan luhur, sekaligus titik temu berbagai perbedaan yang ada di Indonesia. Ia bukan hanya dasar negara, tetapi juga bintang penuntun (leitstar) dalam menghadapi tantangan zaman. Namun, dinamika globalisasi, perkembangan teknologi digital, serta arus pragmatisme politik dan ekonomi membuat sebagian nilai Pancasila seringkali terpinggirkan.
Hari ini kita merasakan bahwa kebijakan pembangunan masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dari pada peningkatan pemeraataan, serta masih meluasnya kesenjangan (disparitas) sosial antar pelaku ekonomi; antar daerah; antar bidang; antar sektor dan antar wilayah.
Kita menyadari lemahnya institusionalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kelembagaan sosial politik, ekonomi dan budaya, serta masih berkembangnya bentuk-bentuk dan relasi kelembagaan Negara yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila. Kita menyadari kurangnya pengarusutamaan keteladanan Pancasila diruang publik, serta masih lemahnya keteladanan dari tokoh-tokoh pemerintah dan masyarakat.
Peringatan hari lahir Pancasila tahun ini harus kita jadikan momentum untuk merevitalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar (falsafah) negara, pandangan hidup dan ideologi negara-bangsa Indonesia. Merevitalisasi nilai-nilai Pancasila mengandung makna menjaga elan vital Pancasila untuk terus hidup, berkembang dan menjiwai seluruh gerak langka bangsa untuk menunju kejayaan di masa depan. Merevitalisasi nilai-nilai Pancasila mengandung makna menjaga marwa dan kesaktian Pancasila dalam merawat kebhinekaan, kemajemukan dan pluralitas, untuk memastikan Indonesia yang damai, aman dan sentosa, yang adil dan makmur dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan revitalisasi ini, Pancasila tidak lagi dipandang sebagai dokumen sejarah, melainkan sebagai energi moral dan politik untuk membawa Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat, adil, dan sejahtera. Hari Kesaktian Pancasila mengingatkan kita bahwa ideologi ini telah teruji oleh sejarah, dan kini tugas kitalah untuk menjadikannya nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam upaya untuk merevitas Pancasila sebagai dasar (falsafah) negara, pandangan hidup dan ideologi negara-bangsa Indonesia kita perlu melalukan Pengarusuatamaan Pancasila dalam Kehidupan berbangsa dan bernegara. Paling tidak ada lima langkah besar yang harus dilakukan oleh seluruh komponen bangsa ini.
Pertama, kita perlu merevitalisasi pemahaman seluruh warga bangsa tentang Pancasila. Pendidikan Pancasila bukan sekadar hafalan lima sila, melainkan penginternalisasian makna. Generasi muda harus mampu melihat bahwa Pancasila adalah solusi atas masalah kebangsaan: intoleransi, kesenjangan sosial, dan krisis moral.
Hal ini dapat dilakukan melalui, Meningkatkan Intensitas pembelajaran pancasila di kalangan pelajar dan kaum muda; Mengembangkan isi dan metodologi pembelajaran Pancasila agar lebih efektif dan memiliki daya tarik; Membuka akses terhadap sumber sumber sejarah yang otentik untuk menghilangkan distorsi sejarah Pancasila; Melaksanakan sosialisasi Pancasila secara lebih substantif, komprehensip, terencana, terstruktur dan terkoordinasi; Meningkatkan daya pikir dan nalar kritis masyarakat melalui pengembangan kedalaman literasi dan Mengembangkan pemahaman terhadap Pancasila secara ilmiah baik melalui pendekatan intradisipliner, multidisipliner dan transdisipliner.
Kedua, kita perlu memperkuat kerukunan (inklusi) sosial. Hal ini dapat dilakukan dengan Meminimalisasi gejala polarisasi dan fragmentasi sosial baik berbasis identitas keagamaan, kesukuan, golongan dan kelas-kelas sosial; Mengeleminasi dampak arus globalisasi yang membawa kontestasi nilai (ideology) dari kepentingan yang mengarah kepada menguatnya kecenderungan politisasi identitas; Memperkuat budaya kewargaan; Mengembangkan wawasan dan praktik-praktik pembelajaran multikulturalisme; serta Memperkuat kebijakan dan kepemimpinan yang mendorong kearah kerukunan sosial.
Ketiga, kita perlu mengembangkan keadilan sosial. Hal ini dapat dilakukan melalui Reorientasi kebijakan pembangunan dari pertumbuhan ekonomi ke pemerataan ekonomi; Mengembangkan sentra-sentra pembangunan ekonomi baru yang tidak tersentralisasi pada wilayah-wilayah tertentu; Mengurangi kesenjangan (disparitas) sosial antar pelaku ekonomi, antar daerah, antar bidang, antar sektor, dan antar wilayah; Mengembangkan kebijakan ekonomi yang mengedapankan sektor manufaktur yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah; Menekan tingkat korupsi dan ekonomi rente yang mengakibatkan ekonomi berbiaya tinggi yang berimbas pada kesenjangan sosial; Memperkuat kerangka regulasi yang mendorong kemandirian ekonomi dan yang lebih mengutamakan kepentingan nasional; serta Memperkuat kebijakan afirmatif yang mendorong keadilan sosial
Keempat, kita perlu mewujudkan pelembagaan Pancasila, melalui Intitusionalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kelembagaan sosial, politik, ekonomi dan budaya; Mendorong konsistensi dalam menjadikan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan; Mengembangkan bentuk-bentuk dan relasi kelembagaan Negara yang sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila; dan Memperkuat wawasan ideology Pancasila dikalangan penyelenggara Negara
Kelima, kita perlu membumikan keteladanan Pancasila. Membumikan keteladanan Pancasila dapat dilakukan melalui mengembangkan sikap dan prilaku konstruktif yang lebih mengedepankan hal-hal positif di ruang publik; Memberikan apresiasi dan insentif terhadap prestasi dan praktik baik; Mengarusutamakan keteladanan Pancasila diruang Publik; Mengembangkan keteladanan dari tokoh-tokoh pemerintah dan masyarakat; serta Mengembangkan prinsip-prinsip kebajikan kehidupan publik diatas kepentingan pribadi dan golongan.
Pancasila harus tercermin dalam kebijakan publik, tata kelola pemerintahan, serta perilaku elite bangsa. Keadilan sosial tidak cukup hanya menjadi slogan, tetapi diwujudkan melalui distribusi ekonomi yang merata dan pelayanan publik yang transparan. Pemimpin bangsa, pendidik, tokoh agama, hingga orang tua harus menjadi teladan nyata dalam menghidupkan Pancasila. Teladan sederhana—kejujuran, kepedulian, musyawarah—lebih kuat dari seribu kata dalam buku pelajaran.
Kesediaan seluruh komponen bangsa untu Merevitalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar (falsafah) negara, pandangan hidup dan ideologi negara-bangsa Indonesia akan memberi kepastian akan eksistensi bangsa ini dimasa depan. Pancasila sakti bukan hanya karena ia mampu bertahan dari rongrongan ideologi lain, tetapi karena ia terus hidup di dalam hati rakyatnya.
Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila menjadi agenda penting bagi bangsa ini. Revitalisasi berarti menghadirkan kembali Pancasila sebagai nilai yang aktual, operasional, dan mampu menjawab tantangan masa kini.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan TelusuR.ID terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi TelusuR.ID akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Artikel ini pernah tayang di Mediumnews.id