TUBAN, TelusuR.id – Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) dan Pengurus Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tuban telah mendatangi mapolres setempat, pada Kamis (23/10/2025).
Kedatangan para Kiai dan Pengurus PCNU ke mapolres langsung disambut Kapolres Tuban, AKBP William Cornelis Tanasale beserta jajarannya.
Disela-sela pertemuan dengan kapolres, para kiai dan Pengurus PCNU telah melaporkan pihak stasiun televisi Trans7 yang menayangkan program Exposed Uncensored.

Menurut PCNU bahwa tayangan pada 13 Oktober 2025 lalu itu mencemarkan nama baik kyai dan pondok pesantren. Bahkan, tayangan tersebut memunculkan narasi negatif yang dianggap provokatif dan menyesatkan publik.
Sekretaris PCNU Tuban, KH Miftahul Asror mengatakan, dalam tayangan itu Trans7 menampilkan video aktivitas di lingkungan pesantren dengan narasi yang merendahkan martabat kyai dan kehidupan santri.
Diantaranya, narasi seperti “santri minum susu saja kudu jongkok” dan “kyai yang kaya raya tapi umat yang kasih amplop”. Pastinya narasi tersebut berpotensi menimbulkan kebencian dan salah persepsi masyarakat terhadap dunia pesantren.

“Tindakan Trans7 yang memproduksi dan menayangkan video tanpa konfirmasi kepada pihak pesantren maupun narasumber yang jelas, maka sebagai bentuk pelanggaran terhadap sejumlah peraturan perundang-undangan,” beber Yai Miftah yang juga Pengasuh Ponpes Miftahul Hikmah Desa Sukorejo, Kecamatan Parengan, dalam keterangan tertulisnya kepada Telusur.id, Jumat (24/10).
Dia menegaskan, pihak stasiun televisi tersebut bisa dijerat dengan pasal dalam UU ITE, UU Penyiaran, KUHP, serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Apalagi video yang disiarkan tanpa izin itu bukan hanya menyudutkan. Tapi juga merusak reputasi kyai, menimbulkan keresahan sosial dan bahkan berpotensi memecah persatuan umat.
“Dampak sosial yang timbul akibat tayangan tersebut di antaranya menurunnya kepercayaan terhadap tokoh agama,” paparnya.
Disisi lain, dari adanya tayangan program itu juga membuat terganggunya kegiatan dakwah, serta munculnya kecurigaan di kalangan masyarakat terhadap pesantren. Selanjutnya, tayangan itu juga menimbulkan tekanan psikologis dan luka moral bagi para kyai dan keluarganya.
“Kami mendesak agar Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan pihak berwenang menindak tegas Trans7,” pinta Yai Miftah.
Sementara itu, melihat perkara ini para kiyai di Kabupaten Tuban menilai Trans7 sudah tidak layak disebut media yang menjunjung nilai edukasi dan moralitas.
“Kami minta izin penyiarannya dicabut dan para pelaku diproses hukum,” pungkas kiyai asal Kecamatan Parengan itu.
Ditempat yang sama, Ketua LPBH PCNU Tuban, Shofiyul Burhan menyampaikan, dampak sosial yang ditimbulkan dari vidio tersebut antara lain memunculkan keresahan masyarakat. Selain itu, bisa memecah persatuan, menimbulkan konflik dan menurunkan kepercayaan terhadap tokoh agama..
“Tentu ini bisa menjadi terhambatnya kegiatan pendidikan dan dakwah, menumbuhkan budaya saling curiga dan kebencian serta diskriminasi terhadap kelompok tertentu,” ucap Shofiyul.
Ia menjabarkan, akibat tayang itu berdampak secara internal seperti merusak nama baik Kyai, menyerang kehormatan dan martabat Kyai, menimbulkan kecurigaan terhadap pribadi kyai. Disisi lain, menimbulkan luka moral dan tekan psikologis Kiyai beserta keluarganya dan hilangnya rasa kepercayaan diri serta menurunkan integritas Kyai.
“Sedangkan tindakan dari TRANS7 yang telah memproduksi, menyiarkan, mendistribusikan dan/atau mentransmisikan vidio tersebut tanpa konfirmasi dan narasumber yang jelas. Hanya mengambil vidio dari tiktok yang diedit oleh tim TRANS7,” bebernya.
Atas kejadian tersebut, LPBH PCNU mendesak sebagai warga Negara yang memiliki ideologi berhaluan ahlussunnah wal jamaah sangat dirugikan baik materiil maupun imateriil atas viralnya vidio tersebut.
“Kami sangat menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta mengajarkan nilai-nilai moralitas, akan tetapi TRASN7 telah melecehkan harkat dan martabat Kyai, merendahkan harga diri kyai dan mencemarkan nama baik kyai dan pondok pesantren,” pungkasnya.



