MALANG, TelusuR.id – Dalam pembukaan Musyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) GP Ansor Jawa Timur yang digelar di Kota Malang, Ketua PW GP Ansor Jawa Timur, H. Musaffa Safril, menyampaikan pidato yang menggugah kesadaran kolektif tentang nasib petani tembakau di Indonesia, khususnya di Jawa Timur.
Menurutnya, Indonesia berhutang besar kepada petani tembakau. Ia pun menyoroti fakta bahwa penerimaan negara dari cukai hasil tembakau pada tahun 2024 mencapai Rp 216,9 triliun, melampaui pendapatan negara dari sektor migas maupun dividen BUMN.
“Tahun 2024, penerimaan negara dari cukai hasil tembakau mencapai Rp 216,9 triliun angka yang mengungguli migas dan BUMN. Dan lebih dari separuhnya disumbang oleh Jawa Timur,” papar Ketua PW Ansor Jatim, dihadapan Ketua dan Sekretaris PC se Jatim, dikutip Telusur.id, Minggu (9/11).
Musaffa kemudian memaparkan tiga sektor utama penyumbang pendapatan negara:
1. Cukai Hasil Tembakau: Rp 216,9 triliun
2. Sumber Daya Alam (Migas dan Non Migas): Rp 207 triliun
3. Dividen BUMN: Rp 85,8 triliun
Namun, di balik capaian besar itu, Musaffa menilai ada paradoks yang menyakitkan: “Negara menikmati, tapi petani merana.”
Menurutnya, kontribusi besar sektor tembakau belum sebanding dengan kesejahteraan para petani yang menjadi penopangnya.
Ia menegaskan bahwa selama ini kebijakan pemerintah masih belum sepenuhnya berpihak pada petani, padahal mereka adalah fondasi utama dari industri yang menopang ratusan triliun rupiah pemasukan negara setiap tahunnya.
“Ansor tidak boleh diam. Kita harus berdiri bersama para petani tembakau. Mereka adalah bagian penting dari kekuatan ekonomi bangsa, tapi sering kali paling terpinggirkan,” ujarnya.
Lebih jauh, ia juga menyoroti kenyataan bahwa perokok terbesar di Indonesia adalah warga Nahdlatul Ulama (NU) yang di dalamnya juga termasuk kader Ansor.
Dengan nada reflektif, ia menyampaikan bahwa hal ini seharusnya menjadi kesadaran bersama tentang kontribusi nyata warga NU terhadap perekonomian negara.
“Kalau kita jujur, perokok terbesar di negeri ini adalah warga NU, dan di dalamnya ada Ansor. Maka artinya, kita ini sebenarnya investor utama pendapatan negara dari cukai tembakau. Tapi ironisnya, petani yang menanam tembakau justru belum menikmati kesejahteraan yang layak,” ucap Musaffa disambut tepuk tangan peserta.
Karena itu, Ketua PW Ansor Jatim mendorong agar Muskerwil kali ini tidak hanya menjadi forum administratif, tetapi juga melahirkan rekomendasi kebijakan konkret untuk mendorong keberpihakan terhadap petani tembakau. Ia mengusulkan agar dibentuk forum khusus dalam Muskerwil untuk membahas isu tembakau secara mendalam dan menyusun langkah strategis Ansor ke depan.
“Semangat Muskerwil Ansor Jawa Timur adalah semangat keberpihakan. Kalau negara saja hidup dari keringat para petani tembakau dan uang dari kantong warga kita, maka Ansor harus menjadi suara mereka. Kita harus memastikan kebijakan negara berpihak pada kesejahteraan petani, bukan hanya pada angka-angka pendapatan,” tegasnya.
Musaffa juga mengajak seluruh kader Ansor di Jawa Timur untuk menjadikan perjuangan ekonomi rakyat sebagai bagian dari gerakan keummatan dan kebangsaan. Menurutnya, keberpihakan kepada petani adalah bentuk nyata pengamalan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) dalam memperjuangkan kemaslahatan sosial.
“Menolong petani, memperjuangkan kesejahteraan rakyat kecil itulah bentuk jihad sosial Ansor hari ini,” pungkasnya.
Musyawarah Kerja Wilayah GP Ansor Jawa Timur tahun 2025 di Kota Malang ini dihadiri oleh seluruh pimpinan cabang GP Ansor se-Jawa Timur, para kiai muda, tokoh masyarakat, dan mitra strategis Ansor.
Selain menjadi ajang konsolidasi organisasi, kegiatan ini juga menjadi momentum peneguhan komitmen Ansor dalam memperkuat peran sosial, ekonomi, dan keummatan di Jawa Timur.



